Adsense

Selasa, 05 Mei 2009

Curug Ci Lengkrang, Bandung

-->
--> -->
Ini adalah kunjungan saya ke kawasan Pariwisata Alam Curug Ci Lengkrang “Gema Manglayang” tanggal 12 dan 18 April 2009. Persoalan waktu ini penting karena situasi kelak dapat berubah. Curug-curug yang ada di aliran sungai Ci Lengkrang ini banyak dan indah serta airnya berwarna jernih. Ketika memasuki pintu gerbang kita disuguhi menu-menu sebagai berikut: Curug Batu Peti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi, Legok Leknan, dan Curug Dampit. Perjalanan pertama saya lakukan bersama adik saya Viky dan perjalanan kedua bersama teman-teman kuliah dulu yang punya kegemaran sama hiking yaitu Kang Jujun dan Mas Isan. Semuanya walaupun seumur-umur tinggal di Bandung belum pernah dengar ada Curug Ci Lengkrang, jadi semuanya antusias menerima ajakan saya. Kelak mereka merasa puas dengan perjalanan ini dan berencana kembali lagi.


Gambar diambil dari Google Maps, Garis merah adalah Lokasi Curug-curug Cilengkrang. Mungkinkah ceruk/cekungan sebelah utara puncak G. Manglayang bekas kawah gunung api tua ataukah gawir sesar? (klik gambar untuk "zoom in")

Curug Ci Lengkrang terdapat di kawasan Gunung Manglayang (+1800 m dpl.) sebelah timur laut Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat - Indonesia. Bagi pengunjung yang bukan orang setempat untuk mencapainya yang paling mudah dari arah Jalan A.H. Nasution di kilometer 12 sebelah timur Alun-alun Kecamatan Ujungberung - Bandung. Kemudian masuk Jalan Cilengkrang I.Jikat idak membawa kendaraan sendiri dapat naik ojeg dengan ongkos Rp 8.000,- hingga Kantor Desa Cilengkrang l.k. 5 km dari jalan raya nanti ketika kembali ongkosnya Rp 5.000,- . Kemudian perjalanan dilanjutkan melalui jalan koral sejauh 500 m hingga gerbang kawasan wisata. Tiket masuk seharga Rp 3.000/orang. Kawasan ini dikelola oleh Perhutani KPH Unit 3 Bandung Utara danmasyarakat setempat.

Sebelum memasuki gerbangpun kita sudah disuguhi aliran sungai dan batuan-batuan besar yang tersusun indah. Jangan bayangkan sungai ini lebar dengan aliran air yang deras. Air mengalir melalui sela-sela batuan dan memang sepanjang sungai adalah batuan dan sedikit pasir. Apabila tidak hujan aliran air dan dasar curug tidak berbahaya. Pada umumnya dasar curug dangkal sekali. Ketinggian curug mulai dari dua hingga belasan meter. Di dekat Curug Batu Peti pengunjung dapat mendirikan tenda. Jarak dari gerbang ke Curug Batu Peti 100 m. Saya melihat ada tanaman budi daya seperti alpuket, rumput gajah, kopi, dan mahoni di antaranya ditanam oleh masyarakat pecinta alam.

Batu-batu besar dekat Curug Batu Peti

Curug Batu Peti. Latar belakang adalah puncak G. Manglayang

Curug Batu Peti, demikian dinamakan konon adalah peti tempat perkakas Sangkuriang untuk membuat perahu. Memang rangkaian gunung atau bukit di Bandung Utara banyak terpaut dengan legenda Sangkuriang. Dari curug ini untuk menuju Curug Papak lebih indah dan dekat menyusuri sungai dari pada naik tebing atau melewati Pos I. Di tengah perjalanan rekan saya melihat elang yang bertengger di atas dahan pohon yang tinggi. Rupanya sedang mengawasi mangsa, tak lama kemudian terbang karena merasa tergangguoleh kami yang ribut meneropong dan mengabadikannya. Mungkin elang itu belum siap masuk infotainment.

Curug Papak

Curug Papak terihat lebar dan rata. Untuk meneruskan perjalanan agak licin jika memaksa naik curug ini. Kebetulan perjalanan ini nihil peralatan. Kita harus mendaki bukit setinggi 40 m melalui jalan setapak yang dibuat miring, sehingga mudah untuk sampai ke atas. Dari sini lihatlah ke arahselatan bekas danau Bandung yang kini menjadi kota yang padat. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Kita lanjutkan perjalanan ke arah puncak gunung. Oops ada anak ular di jalan setapak warnanya abu-abu panjangnya 20 cm. Etikanya jika tidak membahayakan jangan dibunuh, jalan terus. Sebelum mencapai Curug Panganten rekan kami membuka batuan yang ada di dasar sungai yang airnya tenang, ternyata ada ikan yang mirip antara kecebong dan lele tetapi yang ini tidak bersungut. Ukurannya 7 hingga 12 cm, sejenis ikan gabus. Ikan ini seperti tidak takut ketika kaki kami masuk ke air, mereka merapat ke dasar sungai yang warnanya hampir sama, kamuflase. Tetapi ketika akan ditangkap mereka langsung pergi menjauh.

Pemandangan Kota Bandung dari punggung G. Manglayang

Karena airnya jernih dan sungainya dangkal, maka kita bisa memotret dasar sungai dengan jelas.

Ikan yang hidup di dasar sungai

Di Curug Panganten atau Pos II selain ikan kami temukan dua ekor katak, mungkin sedang main penganti-pengantinan. Di sini ada dua curug yang berundak atas dan bawah. Kolamnya dapat digunakan untuk berendam dua sampai tiga orang. Dari Curug Panganten menuju Curug Kacapi pepohonan yang tadinya didominasi pohon pinus mulai berganti dengan beraneka ragam tanaman hutan seperti berbagai tanaman perdu, talas dan pisang hutan, bambu, cangkring, jati, caruluk, dan lain-lain. Kami tiba di sebuah dam yang sengaja dibuat dengan tembok. Di sini ada sebuah curug kecil dan kolam yang berisi ikan. Tembok dibuat sampai ke atas tebing yang curam sehingga memudahkan pengunjung untuk pindah dari tebing sebelah timur ke sebelah barat.

Di kolam curug tak bernama ini kita bisa berendam setinggi dada

Jalan setapak berbelok ke atas tebing yang terjal dan mudah longsor, sebaiknya jangan pilih jalur ini, tetapi memilih turun ke dasar sungai, ini jalan terpendek menuju Curug Kacapi. Pada perjalanan pertama saya memilih mendaki tebing yang sebenarnya menjauhi Curug Kacapi, sehinggga memerlukan perjalanan kedua untuk menuntaskan seluruh curug.

Dalam perjalanan menyusuri sungai ke arah Curug Kacapi kita akan tersiram air yang menetes dari akar-akar pohon di sebelah kanan tebing sungai. Kemudian setelah berbelok ke kanan tampaklah Curug Kacapi yang tingginya 10 meter atau lebih. Jika kita berdiri di depan curug rasanya seperti di dalam kotak. Sementara di atas suara-suara binatang hutan terdengar, selain berbagai kicau burung nun jauh di sana terdengar suara dari jenis primata. Mungkin curug inilah curug terakhir yang dapat dicapai dasarnya dengan mudah oleh pejalan kaki biasa. Untuk mencapai curug kelima dan keenam rasanya tidak mungkin mendaki Curug Kacapi tanpa peralatan. Saran dari penjaga hutan untuk menuju ke Curug Leknan dan Curug Dampit lebih baik dari Pos I kemudian naik ke atas bukit serta mengikuti jalan setapak ke arah puncak Gunung Manglayang.

Kami berpikir dari pada berjalan mundur dan naik bukit untuk ke curug berikutnya akan makan waktu dan tenaga. Kami mencari tebing yang dapat didaki. Untunglah lima belas meter dari curug sebelah kanan ada tebing dengan batuan yang menonjol di sana sini. Walaupun belum pernah latihan panjat tebing kami mencoba menaikinya dengan terlebih dulu mencopot sandal gunung. Akhirnya tebing setinggi tiga meter dapat dilalui dengan merayap mirip laba-laba. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke arah puncak gunung. Waduh ternyata ada panjat tebing lagi, tetapi lebih ringan dari sebelumnya.

Curug Kacapi. Bandingkan dengan tinggi orang dewasa.

Sesampainya di tanah yang lapang ada pohon tumbang yang melintang di tengah. Jalan setapak selanjutnya bercabang (cagak), ke kanan terus maju ke arah hulu menuju Curug Leknan dan yang ke kiri melintasi sungai menuju Curug Dampit. Kedua curug berada di aliran sungai yang berbeda yang kemudian menyatu. Akhirnya kami mencapai tempat di atas Curug Leknan. Sulit untuk mencapai curug atau dasar curug. Pohon dan tanaman perdu sangat rapat, bahkan putri malu pun ada yang tidak lagi malu walau tersentuh. Menuju curug ini harus konsentrasi penuh karena jalan setapak diapit tebing dan jurang yang dalam. Menurut Pak Sujana petugas dari Perhutani Curug Leknan dinamakan demikian karena dulu tahun 1953 pernah ada kecelakaan pesawat terbang di legok ini dan pilotnya berpangkat letnan orang Sunda melafalkannya “leknan”, demikian cerita yang diterima dari ayahnya. Saya juga menanyakan mengenai hal ini kepada orang tua, beliau pernah mendengar peristiwa tersebut hanya tahun kejadiannya lupa.

Tidak dianjurkan bersandar atau menaiki pohon cangkring ini, berduri!

Untuk menuju Curug Dampit harus kembali lagi ke jalan cagak tadi dan mengambil jalan setapak yang menyeberangi sungai. Kita akan menemukan sebuah batu besar di tepi sungai yang terbelah dan belahannya ada di dasar sungai, mirip kentang yang dibelah. Kata “dampit” artinya berimpit, sudah terbayang kan seperti apa curugnya? Air merambat pada tebing yang tegak lurus dari puncak gunung lebih dari 100 m tingginya. Konon bila cuaca cerah setelah hujan reda dan debit air masih besar, maka Curug Dampit dapat dilihat dari arah Jl. Soekarno-Hatta antara Gedebage dan Cibiru. Dari sini memang pandangan ke arah G. Manglayang di utara tak terhalang, belum banyak bangunan tinggi.

Saya sebut saja batu ini "batu kentang" sebagai penanda ke arah Curug Dampit

Pak Sujana mengatakan kepada saya bahwa kawasan wisata ini baru dibuka tahun 2003. Jarak dari curug pertama hingga terakhir kira-kira 2,5 km. Binatang yang mungkin ditemui di kawasan ini a.l. berbagai jenis burung, meong, monyet, bagong, ular, ikan, dan bermacam-macam serangga. Beliau sering menerima mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang melakukan penelitian di kawasan hutan lindung ini. Untuk rombongan yang mengadakan kegiatan luar ruangan dapat menyewa beberapa bangunan luas (penduduk menyebutnya vila) yang terdapat beberapa ratus meter dari gerbang dan dapat menampung puluhan orang.

Saya teringat Sungai Ci Beureum yang pernah menyusurinya pada tanggal 22 Maret 2009 dalam acara Lava Tour bersama Mahanagari dan T. Bachtiar. Pak Bachtiar menunjukkan bekas aliran lava yang berasal dari Gunung Sunda induk dari Gunung Tangkuban Parahu (GTP) ratusan ribu tahun yang lalu. Di Sungai Ci Lengkrang juga sangat jelas bekas aliran lava pada teras sungai dan curug yang berupa batuan basalt serta di atasnya banyak batuan andesit yang berukuran besar. Tetapi orang menganggap G. Manglayang bukan gunung api, jadi dari mana arah datangnya aliran lava ini? Dilihat dari segi topografi tidak mungkin aliran lava di Sungai Cilengkrang berasal dari GTP salah satu gunung api terdekat. Dalam tulisan T. Bachtiar (PR 4 Nopember 2006) dasar gunung purba Sunda selebar +20 km dan tingginya 4000 m lebih. GTP lahir dari kaldera Gunung Sunda, jika kita mengukur jarak GTP dengan G. Manglayang di Google Earth adalah 20 km. Patahan Lembang yang memanjang dari Cisarua hingga sebelah utara G. Palasari sebelah barat laut G. Manglayang mungkin karena terjadi kekosongan pada dapur magma paska letusan Gunung Sunda. Saya mencurigai cekungan di sebelah utara G. Manglayang adalah bekas kawah gunung api tua dan G. Manglayang adalah sisa dinding sebelah selatan gunung api tersebut (lihat gambar pertama di atas). Tentu saja ini memerlukan kajian lebih lanjut, karena data geologis di dan seputar G. Manglayang minim.

Menurut penuturan salah seorang penduduk, semula Sungai Cilengkrang ini adalah selokan kecil dan kemudian melebar serta batu-batu besar bermunculan setelah tergerus longsor tahun 1976. Ketika itu saya masih di sekolah dasar dan sempat melihat di sebelah kiri dan kanan jalan raya Ujungberung porak poranda. Begitu pula daerah Cilengkrang, Cibiru, Cinunuk hingga Cibeusi di Jatinangor terkena bencana banjir yang membawa lumpur. Bertahun-tahun tanah bekas longsor di puncak G. Manglayang sebelah barat terlihat dari kota Bandung.

Sejak kecil saya mengagumi G. Manglayang karena jelas terlihat dari halaman rumah dan berpikir kapan-kapan akan main ke sana. Beberapa kali mencoba mencapai puncak melalui beberapa tempat pendakian, Palintang, Batu Kuda, dan Kiara Payung. Tetapi sungguh mendengar adanya Curug Ci Lengkrang di lembah sempit G. Manglayang baru dua bulan yang lalu, padahal saya tinggal di Bandung Timur, maka saya menyempatkan dua kali pergi ke sana sebelum menceritakannya kepada Anda. Saran saya pergilah ke sana sebelum Curug Ci Lengkrang ini menjadi ramai seperti Curug Ci Nulang. Hari Minggu pun masih terbilang sepi. Hanya butuh setengah hari untuk menjelajah, satu hari apabila Anda ingin berkontemplasi di sana, dan untuk riset mungkin perlu beberapa kali kunjungan . Cerita dan foto hasil jepretan kamera saya yang resolusinya tidak begitu tinggi ini tidak dapat menceritakan keelokan kawasan Curug Ci Lengkrang. Papan penunjuk arah dalam kawasan hutan yang sangat minim menjadikan petualangan lebih seru. Semoga dapat mengambil banyak manfaat dan pengetahuan sekembalinya dari sana.***

32 komentar:

  1. Kemaren waktu turun dari Gn.Manglayang via Palintang-Pasir Angin sempat mau mampir ke curug ini, tapi sayang ngga ketemu tuh curug :(

    Kang kalo dari Pasir Angin, jauh ngga lokasi curug ini?.

    BalasHapus
  2. Kang Iud salam kenal, kalau sudah sampai Pasir Angin tinggal tanya penduduk letak Kantor Desa Cilengkrang. Nah dari sana tinggal 500 m lagi ke gerbang wisata Curug Cilengkrang. lewat jalan berbatu koral. Ada papan petunjuk 30 m dari Kantor Desa dekat warung.

    BalasHapus
  3. wah menarik kang Asep. Ulu coba tanya pa Bahtiar dulu ya bisa gaknya beliau jadi pendamping kalau Mahanagari jalan-jalan ke Curug itu.

    wah jadi pengen cepet-cepet kesitu euy

    ulu

    BalasHapus
  4. eh, kang Asep, mun jadi kaditu atuh engke penunjuk jalannya kang Asep ya? kecuali kalau kang Asep mau menemani Ulu survei. Kumaha tah?

    BalasHapus
  5. Survey saja dulu mungkin sama beberapa teman Jantera supaya mereka bisa memperkirakan keamanan tebing dan peralatan yg dibutuhkan, karena kalau bawa rombongan kemampuan tiap peserta berbeda. Hari Sabtu atau Minggu siap.

    BalasHapus
  6. Waduh .. tos maca artikel ieu jadi hoyong kaditu ;) ... tp tebih teu Kang jalana ? teras medan-na kumaha ? kangge urang kota anu tara tataekan ka gunung kiat moal nyak ?

    BalasHapus
  7. Hatur nuhun infona kang.. Janten hoyong ka ditu..
    @ulu: wah mahanagari mo bikin acara ke sana nih ??

    BalasHapus
  8. @Gunawan: Upami nyandak kendaraan motor/mobil tiasa dugi tempat parkir lebet ti Jl. Cilengkrang I dugi Puskesmas Cilengkrang (Jl pasir Angin) mengkol ka katuhu. Ti Jl. AH Nasution Cilengkrang k.l. 5 km. upami ngnggo ojeg naek Rp 8000/turun Rp 5000, tiket masuk Rp 3000,-. Dugu curug Kacapi Landai.

    @Katenzo: Neng Ulu masih sibuk banyak program promo.

    BalasHapus
  9. Nuhun Kang ... seueur geuning tempat jalan2 daerah dinya teh .... nu apal kusaya mah Batu Kuda hungkul hehe ...

    BalasHapus
  10. Terima kasih atas informasi lengkapnya. Sangat bermanfaat. Kami sekeluarga berencana ke sana.

    BalasHapus
  11. ...betapa indah alam tatar parahyangan ini dari dulu hinggi kini, oh bandung kotaku tercinta aku rindu pada mu seperti halnya kerinduanku kepada yang mpunya blog ini, ia adalah sahabatku ketika sama-sama belajar di sekolah menengah atas sekarang namanya sman 24 bandung, salam dari sahabatmu. Deni Ahmad Hidayat

    BalasHapus
  12. Halo Den! Tos lami teu patepang.

    BalasHapus
  13. Tulisannya bagus ...
    Share tulisannya di Citizen Journalism di web kita yah.

    www.bandungreview.com

    BalasHapus
  14. Bung Akbar, silahkan. Terima kasih telah singgah di blog saya.

    BalasHapus
  15. maaf sebelumnya mas asep..
    maksud saya mas asep yang menulis di Citizen Journalism kita .. :D
    terima kasih responnya ..

    BalasHapus
  16. lagi milih-milih topiknya sesuai foto-foto dokumentasi jalan-jalan yg belum saya buat tulisannya

    BalasHapus
  17. di daerah cerbon sama indramayu ada yang namanya Cangkringan, disingkat Cangkring. Mungkin nama pohon itu yang dimaksud ya. Baru liat ulu (batang) pohonnya kayak gitu.

    BalasHapus
  18. Iya di beberapa daerah terutama Cirebon ke timur (Jateng) banyak nama Desa Cangkring, mungkin di tempat tsb. ada pohon Cangkring dan kemungkinan besar ada sungainya, karena butuh kelembaban dan banyak tumbuh di pinggir sungai. Di dataran rendah lebih banyak tumbuh. Varian lainnya disebut "Dadap". Nah di bandung ada tempat yang disebut Cidadap, barangkali dulunya banyak pohon dadap. Pohon dadap/cangkring disukai burung.

    BalasHapus
  19. wah kang Asep, di indramayu banyak banget yang kampung yang namanya Dadap. dan daerahnya di pinggir sungai. oooh jadi gini ya toponiminya, ih seneng ya jadi tau :D

    BalasHapus
  20. ok mas di tunggu yah ..
    bagus nih tulisannya :D

    BalasHapus
  21. minta ijin aku copy ke blog alam priangan, salam kenal

    BalasHapus
  22. Silahkan. Salam kenal kembali. add saja saya di FB. Oh ya mengenai batu kentang yang tertulis di atas sudah tidak ada waktu saya kembali ke sana Juli tahun lalu. Tertimbun oleh longsoran tanah/bebatuan, tetapi akibatnya mudah mencapai Curug Leknan.

    BalasHapus
  23. Oh, ieu pak artikel na teh.. Hahahahaha.. Aldi bade nyerat ah di FB versi anu kamari.. hehe :D

    BalasHapus
  24. Aldi, iya siip. Keadaan sekarang ternyata sudah berubah dari pertama saya ke sana. Batu kentang sudah tak ada mungkin tertimbun longsoran

    BalasHapus
  25. asyik juga yah. kalau motor bisa masuk ke sini ndak kagng?

    BalasHapus
  26. Motor dan mobil kecil bisa masuk sampai gerbang obyek wisata. Insya Allah aman karena parkir dikelola bersama organisasi Karang Taruna setempat. Satu kilometer ke arah Utara juga masih ada OW Cafe Lamping Manglayang.

    BalasHapus
  27. Akhirnya baru 1 Juni 2014 ( 5 tahun kemudian, ), baru berkunjung ke Curug Cilengkrang. Hatur nuhun infona.
    Info Trekna : http://www.everytrail.com/view_trip.php?trip_id=2804907

    BalasHapus
  28. Wah Kang Garry Katenzo, sampai ke curug terakhir? Saya biasa tiap tahun ke sana hanya tahun 2013 yang tidak ke Curug Cilengkrang.

    BalasHapus
  29. ada mitos apa aja yah kang di curug cilengkrang?

    BalasHapus
  30. saya penasaran dengan batu kereta yg diceritkan ibu sayaa

    BalasHapus
  31. Oh iya Cici, bagaimana ceritanya? Sok di sini saja ceritanya. Saya juga masih "mencari" geolog yang berminat meneliti kegunungapian Manglayang dulu kala. Tapi belum ada yang tertarik, walaupun saya ceritakan ke beberapa teman di Geologi.

    Kalau kamu tinggal di Bandung dan suka traveling/sejarah/budaya gabung saja di https://komunitasaleut.com/

    BalasHapus