Adsense

Selasa, 01 Juni 2010

Museum Prabu Geusan Ulun - Sumedang


Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai museum sejarah daerahnya. Dari Bandung jauhnya 38 km dan memerlukan waktu tempuh satu jam sedangkan dari Cirebon l.k. dua jam. Letaknya hanya 50 meter sebelah selatan dari Alun-alun, Jl. Prabu Geusan Ulun No. 40. Di sekitarnya adalah komplek pemerintahan Kab. Sumedang. Saya sering berkunjung ke Kota Tahu ini namun keinginan mengunjungi museum baru terlaksana hari Kamis tanggal 29 Oktober 2009.


Gedung Srimanganti, di belakang adalah Gedong Nagara


Komplek museum terdiri dari enam lokasi yaitu Gedung Srimanganti, Bumi Kaler, Gedung Gendeng, Gedung Pusaka, Gedung Gamelan, dan Gedung Kereta. Museum ini didirikan pada tahun 1973 bernama Museum Yayasan Pangeran Sumedang, kemudian berganti nama menjadi Museum Prabu Geusan Ulun pada tahun 1974.

Pengunjung akan diterima dan masuk melalui Gedung Srimanganti. Gedung ini dibangun atas prakarsa Pangeran Panembahan (Pangeran Rangga Gempol III). Gelar Panembahan adalah pemberian Sunan Amangkurat I (Sultan Mataram) atas kesetiannya kepada Mataram. Pangeran Panembahan tidak sempat menyaksikan selesainya Srimanganti sebagai tempat tinggal bupati dan pemerintahan, karena keburu meninggal tahun 1706 kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh putranya Raden Tanumaja. Beliau adalah bupati Sumedang pertama yang diangkat oleh Kompeni (V.O.C.) dan diberi gelar Adipati. Atasannya adalah Pangeran Aria Cirebon yang menjadi gubernur Priangan. Kata Priangan menurut buku Sumedanglarang (2008) adalah dari kata “prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian dan tugas yang timbul dari hati yang ikhlas. Istilah ini muncul setelah Pangeran Aria Suriadiwangsa I pada tahun 1620 pergi kepada Sultan Agung dan menyatakan Kerajaan Sumedang Larang di bawah kekuasaan Mataram. Sumedang Larang pada waktu itu dalam keadaan lemah daerah pesisir utara seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan, dan Indramayu memisahkan diri. Sedangkan pada waktu pemerintahan ayahnya Prabu Geusan Ulun (wafat 1610), Sumedang Larang meliputi seluruh Jawa Barat kecuali Banten, Batavia, dan Cirebon.


Mahkota Pajajaran, Binokasih yang dibawa ke Sumedanglarang disimpan di dalam Gedung Pusaka


Salah satu mata tombak (tengah) yang ada di dalam Gedung Pusaka ada yang mencuri


Di dalam Gedung Srimanganti ini terdapat tempat tidur Pangeran Kornel yang terkenal dengan peristiwa Cadas Pangeran, kemudian di bagian belakang terdapat koleksi pakaian dan meriam Kalangtaka pemberian V.O.C. Pada masa pemerintahan Rangga Gempol III (1656-1706) Sumedang berada di antara konflik Kesultanan Banten, Mataram, dan Kompeni. Pangeran Panembahan berhasil memanfaatkan Kompeni sehingga mendapatkan bantuan senjata.


Meriam Kalangtaka pemberian VOC yang diterima tahun 1656



Di dalam bangunan Bumi Kaler terdapat ruang naskah kuno, ruang numismatik, berbagai cendera mata dan koleksi wayang Pangeran Sugih. Bumi Kaler dibangun oleh Pangeran Suria Kusumah Adinata yang menjadi Bupati Sumedang pada 1836-1882 untuk tempat tinggal keluarganya. Pada tahun yang sama dibangun pula Gedong Nagara (Gedung Negara) atau disebut juga Gedung Bengkok yang letaknya di samping Srimanganti. Gedung ini dibangun untuk penginapan para tamu. Arsiteknya adalah Raden Saleh.


Bumi Kaler


Ruang naskah di dalam Bumi Kaler


Gedung Gendeng didirikan 1850, dahulu tempat penyimpanan pusaka


Sebagian perangkat Gamelan Sari Oneng Parakan Salak di dalam Gedung Gamelan. Gong besar ini pernah tertinggal di Belanda setelah rombongan kesenian pentas di Amsterdam (1883), Paris (1889), dan Chicago. (1893, World Columbian Exposition) Pada tahun 1989 gong dikembalikan, konon katanya di Belanda sering bunyi sendiri.


Gedung Kereta tempat menyimpan beberapa kereta kuda dibangun tahun 1990


Kareta Naga Barong yang merupakan replika dari Kareta Kancana Nagapaksi peninggalan Pangeran Sugih


11 komentar:

  1. wah saya pernah kesini nih pak, saya pikir nggak boleh foto-foto, eh ternyata boleh (asal nggak ketahuan).. hehehe..

    sayang koleksi keretanya sedikit ya Pak, lain sama yg di Jogja.
    salam..

    :)

    BalasHapus
  2. De Ica, terima kasihdah berkunjung ke blog ini. Waktu itu saya juga tanya guide, bolehkah memoto dan diijinkan.

    Maaf nebak, ke sana bersama Komunitas Aleut?

    BalasHapus
  3. Wa, blog na nambih sae..
    Salute..
    Posting na oge rame .

    Ajarkeun ka simkuring ,wa..

    BalasHapus
  4. Wah Zei, kieu we tos kolot mah blog-na nu sederhana. Keinginan menulis (menulis apa saja)menggebu tapi waktunya heu he u kurang.

    BalasHapus
  5. saya anak sumedang juga... terus saya mau tanya...
    apakah saat ini "lingga" pernah dibuka lagi pintu nya ?

    BalasHapus
  6. @Khi_Zorro: Waktu saya ke sana memang seputar lingga masih dipagar(tertutup), tetapi cukup dekatlah untuk kita memotretnya dan membaca hurufnya.

    BalasHapus
  7. Nuhun infona Kang! Iraha bade ka Museum Geologi?

    BalasHapus
  8. Sayang banget ya itu mata tombak ada yang mencuri, sungguh terlalu. Jadi sekarang guide nya lebih protektif lagi, selain menerangkan dan membimbing juga lebih mengawasi. Sekarang Replika Kereta Naga Paksinya ada yang baru lagi pak, karena yang lama sudah rusak

    BalasHapus
  9. Terima kasih informasinya. Potensi Wisata Sejarah dan Budaya di Sumedang luar biasa. Sok ah digalang dulu kecintaan sahabat muda pada kotanya seperti yang digalang Komunitas Aleut (http://aleut.wordpress.com/)di Bandung. Salam. Komunitas Aleut juga pernah ke Sumedang dan beberapa kota lain di Jawa Barat.

    BalasHapus